Menurut Festinger (1957, hal. 3) disonansi
kognitif adalah ketidaksesuaian yang terjadi antara dua elemen kognitif yang
tidak konsisten yang menyebabkan ketidaknyamanan Psikologis serta memotivasi
orang untuk berbuat sesuatu agar disonansi itu dapat dikurangi. Istilah
disonansi/disonan berkaitan dengan istilah konsonan dimana keduanya mengacu
pada hubungan yang ada antara elemen.
Elemen-elemen yang dimaksud adalah elemen
kognitif (Festinger, 1957). Hubungan antara elemen kognitif yang konsonan
berarti adanya suatu kesesuaian antara elemen kognitif manusia (Festinger, 1957
dalam Breckler, Olson, & Wiggins, 2006). Sementara hubungan yang disonan
seperti yang juga
diungkapkan oleh Festinger (1957) :
“ These two elements are in a dissonant
relation if, considering these two alone,
the observe of one element would follow from
the other”
Contoh hubungan yang disonan antara elemen
kognitif menurut Festinger (1957) yaitu jika seseorang tahu bahwa ia sedang terlilit
hutang dan dia membeli sebuah mobil baru, maka akan terjadi hubungan yang
disonan antara kedua elemen kognitif tersebut. Festinger juga menyatakan bahwa
hubungan yang konsonan antara elemen kognitif menghasilkan perasaan yang
menyenangkan, sementara hubungan yang disonan akan menyebabkan perasaan yang
tidak enak atau tidak nyaman pada individu. Perasaan tidak nyaman yang
terbentuk akibat hubungan yang disonan tersebut memotivasi individu untuk
melakukan sesuatu agar disonansi itu dapat dikurangi sehingga mereka akan
merasa nyaman kembali (1957, dalam Breckler, Olson, & Wiggins, 2006).
Setiap hubungan yang disonan tentu saja tidak
sama besarnya, dimana Festinger (dalam Breckler, Olson, & Wiggins, 2006)
menyatakan bahwa tingkat kepentingan dari elemen-elemen kognitif mempengaruhi
besarnya disonansi yang terjadi. Semakin penting atau semakin bernilainya suatu
elemen kognitif akan mempengaruhi besarnya hubungan yang disonan antara elemen
tersebut. Breckler, Olson, & Wiggins, (2006) juga menyatakan bahwa disonansi
antara elemenelemen kognitif yang penting akan menyebabkan perasaan negatif
yang lebih besar dibandingkan disonansi pada elemen-elemen yang kurang penting.
Sebagai contoh yaitu, melukai perasaan sahabat akan lebih menimbulkan disonansi
yang besar dibanding ketika melukai perasaan orang asing.
1. Sumber Disonansi Kognitif
Menurut Festinger (1957) sumber-sumber
disonansi kognitif, antara lain :
1. Inkonsistensi Logis (Logical Inconsistency)
Disonansi
yang terjadi karena ketidaksesuaian elemen kognitif dengan halhal logis yang
ada. Contoh inkonsistensi logis yang dikemukakan oleh Sarlito (1998) keyakinan
bahwa air membeku pada 0ºC, secara logis tidak konsisten dengan keyakinan bahwa
es balok tidak akan mencair pada 40ºC.
2. Nilai-nilai Budaya (Culture Mores)
Perbedaan
budaya yang menyebabkan terjadinya disonansi kognitif. Contohnya: makan dengan
tangan di pesta resmi di Eropa menimbulkan disonansi, tetapi makan dengan
tangan di warung di Jakarta dirasakan sebagai konsonan (Sarlito, 1998).
3. Pendapat Umum (Opinion Generality)
Disonansi
dapat terjadi apabila pendapat yang dianut banyak orang dipaksakan kepada
pendapat perorangan. Contohnya: seorang remaja yang senang menyanyi lagu
keroncong. Hal ini menimbulkan disonansi karena pendapat umum percaya bahwa
lagu keroncong hanya merupakan kegemaran orang-orang tua (Sarlito, 1998).
4. Pengalaman Masa Lalu (Past Experience)
Jika
kognisi tidak konsisten dengan pengetahuan pada pengalaman masa lalu, maka akan
muncul disonansi. Contoh dari pengalaman masa lalu yang menjadi sumber
disonansi kognitif menurut Sarlito (1998) berdiri di hujan tidak basah. Keadaan
ini disonan karena tidak sesuai dengan pengalaman masa lalu.
2. Cara Mengurangi Disonansi Kognitif
Adanya disonansi meningkatkan tekanan untuk
mengurangi atau bahkan mengeleminasi disonansi tersebut. Semakin
besar suatu disonansi kognitif yang terjadi, maka intensitas perilaku yang
dikeluarkan untuk mengurangi disonansi tersebut akan semakin meningkat serta perilaku
penghindaran yang dapat meningkatkan disonansi juga akan semakin
sering dilakukan (Festinger, 1957).
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk
mengurangi disonansi Kognitif menurut Festinger (1957) yaitu :
1. Mengubah Elemen Kognitif Tingkah Laku
Ketika
disonansi terjadi antara elemen kognisi lingkungan dengan elemen tingkah laku,
disonansi dapat dihilangkan dengan cara mengubah elemen kognisi tingkah laku
agar konsonan dengan elemen lingkungan. Sebagai contoh adalah orang yang
merokok dan dia tau bahwa rokok dapat menyebabkan kanker paru-paru, akan
berhenti merokok untuk menghilangkan disonansi kognitif yang dia rasakan. Cara
ini paling sering dilakukan, tetapi tidak selalu dapat dilakukan karena
mengubah tingkah laku yang sudah menjadi kebiasaan tidaklah mudah.
2. Mengubah Elemen Kognitif Lingkungan
Mengubah
elemen lingkungan agar konsonan dengan elemen kognitif tingkah laku dapat
dilakukan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan disonansi kognitif yang
terjadi. Hal ini tentu saja lebih sulit dibandingkan mengubah elemen tingkah
laku karena individu harus punya kontrol yang cukup terhadap lingkungannya.
3. Menambah Elemen Kognitif yang Baru
Disonansi
kognitif juga dapat dikurangi dengan cara menambah elemen kognitif yang baru
agar konsonan dengan elemen kognitif yang lain. Dengan menambah elemen kognitif
yang baru maka disonansi kemungkinan akan berkurang dengan menurunkan tingkatan
dari pentingnya disonansi tersebut. Contohnya orang yang merokok dan tau efek
negatif dari merokok akan mengurangi disonansi kognitif yang terjadi dengan
cara mencari informasi terkait perilaku merokok yang dapat menurunkan disonansi
kognitif secara keseluruhan, seperti informasi bahwa konsumsi minuman keras
lebih mematikan dari pada perilaku merokok. Lewat cara ini berarti individu
juga secara aktif menghindari informasi yang dapat meningkatkan disonansi
kognitif yang mereka alami. Menurut Breckler, Olson, & Wiggins, (2006) cara
mereduksi disonansi kognitif tersebut juga dapat dilakukan lewat rasionalisasi,
yaitu meyakinkan diri sendiri bahwa perilaku yang dilakukan saat ini atau di
masa lampau semuanya masuk akal dan dapat diterima. Sedangkan menurut Simon,
Greenberg, & Brehm (1995, dalam Baron & Byrne, 2000 ) trivialization
atau secara mental meminimalisir tingkat kepentingan dari sikap atau
perilaku yang tidak konsisten, juga dapat dilakukan sebagai tehnik untuk
mengurangi disonansi kognitif yang dialami.
Sumber:
librarybinus.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar